Indramayu-timeglobalnews.net
Senin, pukul 10.53 wib, ditempat kerjanya, Kepala KUA Kecamatan Balongan H Hasbullah tolak permohonan pencatatan kehendak nikah salah seorang warga masyarakat Balongan berinisial AS hanya karena surat "Taukil Wali" yang diajukan hanya ditandatangani oleh kepala desa/kelurahan tempat domisili pemohon. Karena berdasarkan penjelasannya, sesuai dengan Surat Edaran Bimmas Islam tentang hal tersebut yang baru dikeluarkan pada bulan Januari lalu, surat Taukil Wali harus ditandatangani oleh Kepala KUA setempat.
Dasar hukum pemberlakuan "Surat Taukil Wali" adalah Surat Edaran (SE) Bimmas Islam Kementerian Agama Nomor B-039/DJ.III.II/HK.00.7/1/2019. Dalam surat edaran bernomor B-039/DJ.III.II/HK.00.7/1/2019 tersebut dinyatakan bahwa, "Dalam hal wali tidak dapat hadir pada saat akad nikah, wali harus membuat surat Taukil Wali yang ditandatangani oleh wali, disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan diketahui oleh kepala KUA Kecamatan/PPN luar negeri.
Kepada Divisi Penelitian & Pengembangan Dewan Pimpinan Pusat LSM Garda Taruna Nusantara (Gantara) Advokat Wowo Andi Wibowo, SH., pemohon mengadukan kekecewaannnya dengan sikap pejabat publik yang birokratis dalam menjalankan tugasnya dan serta merta memberlakukan SE tanpa ada sosialisasi terlebih dahulu. Padahal SE tersebut baru keluar pada bulan Januari lalu, sementara pemberlakuan suatu UU saja banyak yang tidak serta merta diberlakukan serta mempunyai kekuatan hukum mengikat setelah diundangkan dalam Lembaran Negara.
Dalam pandangan kami, surat edaran itu seperti kerikil dalam sepatu dalam pelaksanaan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Tandas advokat muda yang menjabat sebagai Ketua Divisi Litbang ini.
Apalagi jika ternyata kemudian surat edaran tersebut bertentangan dengan ketentuan hukum dan norma yang tumbuh dan hidup ditengah-tengah masyarakat. Akan tetapi faktanya sampai saat ini banyak instansi ataupun institusi yang menjadikan Surat Edaran sebagai kebijakan Instansi/Institusi nya meskipun daya ikat, kedudukan, dan mekanisme pengujiannya (baca: Surat Edaran) masih menjadi perdebatan panjang dikalangan ahli hukum.
Jika hanya karena ketidaklengkapan syarat yang merupakan amanat dari sebuah produk hukum yang daya ikat, kedudukan serta mekanisme pengujiannya masih menjadi perdebatan kemudian seorang pejabat publik menolak permohonan ataupun meminta untuk melengkapi lebih dulu dokumen yang dibutuhkan. Maka dalam pandangan kami, pejabat tersebut tidak bijak atau birokratis dalam menjalankan tugasnya. Maka janganlah heran jika pada akhirnya zinah semakin marak ditengah-tengah kehidupan kita karena berbelit-belit nya syarat dan prosedur dalam suatu pernikahan.
Atas kejadian tersebut, Divisi Litbang bersama Divisi Advokasi berjanji akan secepatnya berkoordinasi dengan kementerian agama kantor wilayah Kabupaten Indramayu untuk meminta klarifikasi dari kepala kantor setempat tentang tindakan kepala KUA tersebut.
(Misno)
1 Komentar
IJIN COPY MAS
BalasHapus