Humas LIPI. Peningkatan jumlah kasus COVID-19 memicu peningkatan sampah medis. Terjadi kenaikan jumlah limbah medis sebanyak 30% di masa pandemi ini, dengan kisaran produksi limbah medis tiap rumah sakit rata-rata 1 kilogram per harinya.
Sementara itu penanganan limbah medis di Indonesia masih menemui permasalahan karena terbatasnya fasilitas pengolahan. Limbah medis COVID-19- tidak hanya mempunyai risiko penularan terhadap orang lain, tetapi juga dapat menimbulkan dampak jangka panjang. Untuk mengatasi lonjakan limbah infeksius tersebut, peneliti Pusat Penelitan Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Sunit Hendrana menawarkan solusi untuk penanganan limbah medis COVID-19.
Sunit menyebutkan limbah medis yang terbuat dari plastik seperti masker berpotensi menimbulkan pencemaran yang sanggat besar terutama microkplastik. Umur plastik bisa mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. “Solusinya adalah dengan pengolahan recycle melalui cara kristalisasi polimer untuk mendapatkan kembali plastik aslinya, agar bisa didaur ulang kembali,” ungkap Sunit dalam siaran virtual Trijaya Hot Topic Petang Virtual pada hari Jumat (22/1) .
Dirinya menjelaskan bahwa Pusat Penelitian Kimia LIPI telah mengembangkan pengolahan limbah dengan metode kristalisasi polimer skala laboratorium, untuk mendaur ulang limbah plastik medis dengan cara aman, hasilnya bernilai, dan dengan dampak lingkungan yang minim. “Menggunakan prinsip sifat plastik secara umum, kristalisasi polimer akan dapat membunuh virus dengan melalui dua tahapan, yaitu pemanasan dalam suhu 115 derajat Celsius dan pencampuran pelarut berupa alkohol,” jelasnya.
Dengan metode kristalisasi polimer, lapisan atas dan bawah masker yang mengandung plastik bisa didaur ulang. “Kualitas plastik hasil daur ulang yang berupa serbuk plastik ini masih baik dan bisa diolah kembali, secara prinsip polimer, metode ini juga bisa dilakukan pada baju APD, selang infus, botol infus dan bagian plastik jarum plastik,” imbuhnya.
Lia G. Partakusuma, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi),
mendukung pengembangan pengolahan limbah tersebut selama teruji aman dan efektif membunuh kuman. "Selama secara ilmiah bisa dibuktikan, kami siap mendukung, karena selain bisa berguna dan lebih efisien, dapat mengurangi biaya pengolahan limbah medis, mengingat pengolahan menggunakan insinerator yang cukup mahal,” terang Lia.
Dari sisi regulasi, Sinta Saptarina Siemiarno, Direktur Penilaian Kinerja Pengolaan Limbah BS3 dan Limbah Non B3 dan Limbah Non B3 KLHK, juga mendukung teknik pengolahan limbah dari LIPI. “Kami sangat terbuka dengan adanya teknologi pengolahan yang lebih baik dan dengan pencemaran yang lebih minimal. Kalaupun ada izin atau ketentuan-ketentuan yang belum dipenuhi di masa pandemi ini, kami dapat memberikan diskresi selama ada justifikasi ilmiah,” tuturnya,
Sunit menegaskan bahwa LIPI sudah memulai dan siap untuk mengembangkan teknologi pengolahan limbah medis yang lebih efektif dan efisien. “Hal ini kami lakukan supaya bisa mengurangi dampak limbah plastik, baik dari risiko penularan maupun dampaknya terhadap lingkungan,” jelas Peneliti Ahli Utama bidang Polimer ini. (whp/ ed. adl)
0 Komentar